TARIAN MAENGKET PURBA SAMPAI ABAD 15
![]() |
MANGORAI, Wanita tua pemimpin maengket Katuanan “Mengenai Dewa-Dewi, misalnya kisah “Raranian ni Karema” nyanyian, Karema-To’ar dan Lumimuut. ( Meyer & Richter |
Tarian Maengket mengandung dua unsur yakni seni menyanyi dan seni menari, dengan demikian tarian ini belum akan ada apabila orang Minahasa purba belum dapat menyanyi dan menari.
Dari kumpulan analisa dewa-dewi yang sebenarnya adalah leluhur orang Minahasa jaman purba, yang dilakukan oleh pembantu pendeta Sonder J.Albert Schwarz. dengan cara mewawancarai dan berdialog dengan para pemimpin adat wilayah Tontemboan yang bergelar TONA'AS dan WALIAN di tahun 1900. Dapatlah diketahui pembagian fungsi dan peran para leluhur orang Minahasa purba dalam komunitas awal bermasyarakat, yang pemerintahannya di pegang oleh kaum wanita.
Buku kumpulan ceritera mengenai leluhur orang Minahasa berjudul "Tontemboansche Teksten" dalam bahasa Tontemboan dan terjemahannya dalam bahasa Belanda terbit tahun 1907.
Kedua buku ini terpisah dan untuk dapat mengetahui hasil analisanya mengenai ceritera leluhur orang Minahasa jaman purba yang telah menjadi dewa-dewi, Opo'-Opo' atau APO' dalam bahasa Minahasa Tontemboan. Maka kita harus dapat mengerti bahasa tontemboan dan bahasa Belanda, karena si penulis J.alb.T.Schwarz menguasai kedua bahasa itu secara aktif walaupun dia orang Jerman tapi lahir di Langouwan Minahasa.
TUHAN orang Minahasa punya banyak nama, demikian juga leluhur purba atau penduduk awal di tanah Minahasa.
TUHAN orang Minahasa punya banyak nama, demikian juga leluhur purba atau penduduk awal di tanah Minahasa.
TUHAN disebut :
· I Wa'ilan an dangka (si yang mulia diatas langit)
· Empung Wangko (Tuhan maha besar)
· Si Esa (dia yang satu)
· Si apo' nimema i tjita (si yang menciptakan kita manusia)
Dewi KAREMA disebut :
· Si mengesa-ngesa (yang hidup seorang diri, si janda)
· Si Wine'bet = yang ditarik kelangit (nabi perempuan)
· Sarawsanga repa (yang tingginya sama dengan tongkat pohon jelaga, atau Asa, panjang satu depa)
· De eerste mensch (bahasa Belanda) artinya ; Manusia pertama.Dewi LUMIMU'UT disebut :
· Si Apo' minema in tana' (bahasa Tontemboan)
· De vrouw die het land heft bebouwd, de woonplaatsen harer kinderen vast te stellen bahasa Belanda) artinya ;Wanita(Ibu) yang membangun bumi untuk dapat didiami dan mengatur tempat kediaman anak-anaknya. (tontemboansche Teksten terjemahan bahasa Belanda 1907 halaman 373)
Dewi MARUYA disebut :
· Si Raraha (Dewi gadis) adik perempuan Dewi KAREMA
· Si rumeingdeng in tana' (yang menyanyikan bumi, dewi penyanyi)
· Sa rei'tja ni reingdeng I MATUYA, ya en tana' nimarai'tja (bahasa Tontemban)
· Met de Rumeingdeng artinya ; yang dimaksudkan dengan Rumeingdeng dalam tulisan ini adalah nyanyian "Reingdeng"
Dengan membandingkan indentitas fungsi antara dewi LUMIMU'UT dan dewi penyanyi MARUAYA, dapat kita analisa bahwa dewi LUMIMU'UT tidak dapat mengolah bumi bila tidak di ikuti lagu "Reingdeng" yang dinyanyikan oleh dewi MARUAYA. Kesimpulannya adalah bahw seni menyanyi sudah dikenal orang Minahasa sejak jaman TO'AR dan LUMIMU'UT setelah mengenal sistim bercocok tanam.
Dewi RUMINTUWU' (Tuwu' = daun woka muda).
"Lintuwu" (daun woka muda) berfungsi sebagai alat "O'orai"dan tariannya disebut "Mangorai", karena terian memakai alat daun woka muda, maka si penari disebut RUMINTUMWU'.
Pada daftar anak-anak TOAR dan LUMIMU'UT (halaman. 404) ada dua dewi yakni MARUAYA dan RUMINTUWU', karena sebutan Dewi penyanyi pertama adalah adik perempuan dewi KAREMA. Kemudian jabatan dewi penyanyi lalu berpindah digunakan sebagai nama gelar anak perempuan LUMIMUU'UT, tapi dewi penari pertama RUMINTUWU baru mulai ada setelah TOAR dan LUMIMU'UT.
Pada daftar anak-anak TOAR dan LUMIMU'UT (halaman. 404) ada dua dewi yakni MARUAYA dan RUMINTUWU', karena sebutan Dewi penyanyi pertama adalah adik perempuan dewi KAREMA. Kemudian jabatan dewi penyanyi lalu berpindah digunakan sebagai nama gelar anak perempuan LUMIMUU'UT, tapi dewi penari pertama RUMINTUWU baru mulai ada setelah TOAR dan LUMIMU'UT.
Dalam bentuk selisih digambarkan sebagai berikut :
(1) LAREMA
(2) MUARAYA
(3) LUMIMU'UT bersuami
(4) TOAR,
dua orang anak perempuan perkawinan TOAR dan LUMIMU'UT bernama MARUAYA (dewi penyanyi) dan RUMINTUWU (dewi penari).
![]() |
WALIAN IN UMA
Wanita Yang memimpin Tarian Maengket
“Mamowey Kamberu”,“Rumambak “
dan “Lalayaan”
( DR. A.B Meyer 1889 ) |
Dengan demikian dapat kita ambil kesimpulan bahwa seni menyanyi yang mula-mula berfungsi dalam upacara agama asli dan upacara adat jaman purba setelah mengenal bercocok tanam. Karena agama asli Minahasa jaman purba dipimpin oleh kaum wanita jaman "Matriargaat",maka tarian kaum pria Minahasa tidak di masukkan sebagai bagian upacara adat. Pada jaman periode berburu dan mengumpulkan makanan, sebelum hidup menetap dan bercocok tanam misalnya tarian berburu binatang dan tarian perang. Tapi menyanyi dan menari sebagai sebuah karya seni dengan berbagai ketentuan dan aturan-aturan, sudah ada sejak jaman TOAR-LUMIMU'UT, bahwa menyanyi harus dengan suara "Lengdeng" Reingdeng (nyaring) danmenari harus memegang daun woka (Livistonia Rotundifolia). Tarian MAENGKET tentu baru lahir beberapa generasi setelah jaman TOAR - LUMIMU'UT sebagai upacara terimakasih kepada LUMIMU'UT sebagai dewi Bumi dan TOAR sebagai dewa Matahari, dalam bentuk tarian kesuburan sebelum orang Minahasa mengenal tanaman padi. Nama tarian itu antara lain Maengket TUMUMBAL (mengolah tanah dan menanam biji-bijian), Maengket SUMEPO atau RUMAMBUS tarian memetik sayuran, Maengket MARAMBA setelah periode hidup menetap, membangun negeri dan membangun rumah. Maengket LALAYA'AN tarian muda-mudia pada upacara bulan purnama "Mahatembulelenen".
Peter Bellwood (Sulawesi Islan Crossroads of Indonesia, 1990 halaman. 24) bahwa penduduk negeri PASO (selatan danau Tondano) sudah hidup menetap sejak 3.000. tahun lalu demikian juga di Tonsawang. Tanaman padi mulai ada tahun 500 masehi, muncul pertama di kepulauan Sangihe, berarti padi pertama muncul dari Utara Minahasa, kemungkinan dari Philipina melalui pulau Sangihe. Penulis J.G.F.Riedel menganalisa dalam bukunya "rurumeran ne Empung" bahwa mahadewa MUTU-MUTU hidup abad ke tujuh, dia bernama KUMOKOMBA dan istrinya bernama RINUNTUNAN. Memberi patokan pada kita bahwa fungsi padi pada abad ke tujuh di Minahasa belum penting sebagai bahan komoditi utama, tidak ada beras masih ada makanan umbi-umbian. Tapi pada periode ini sudah ada dwi penanam padi misalnya ; REWUMBENE, RAMPAWENE, SE'E WENE, UNTAIBENE, KEMBU'AN WENE. Abad ke sembilan ada Dewa bernama ARUR KRITO beristri LINTJANBENE (dikelilingi padi) dan dewa ARUR KRITO itu bergelar MUNTU - UNTU (Maha Dewa).
Arti LINTJANBENE (Lingkanbene) tidak ada sebagai Dewi penanam padi, tetapi Dewi penguasa tanaman padi, yang mengatur export beras keluar Minahasa misalnya dikirim ke Ternate. Abad 13 dewi LINGTJANBENE hidup di Tonsea, suaminya bernama RORINGTUDUS bergelar MUNTU - UNTU, abad 15 Dewi LINGKANBENE hidup di Wenang (sekarang Manado) suaminya bernama LOLONG LASUT juga bergelar MUNTU-UNTU, tempat penimbunan padi abad 15 di Wenang bernama "Tokambene"(toka = bukit ; wenw = padi) Dewi LINGKANBENE dan suaminya MUNTU-UNTU abad 15 ini, yang di kisahkan dalam syair lagu Maengket "Owey Kamberu"sekarang ini ……..MUNTU - UNTU tare Walian ko, nimasarani mo, milek se pangoreian mene'sel o wusang.
Artinya :MUNTU - UNTU engkau pemimpin adat dan agama asli, setelah di babtis Kristen Katolik (oleh Spanyol) engkau menyesal juga melihat tarian"Mangorai"
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa jenis Maengket OWEY KAMBERU baru muncul di Minahasa abad ke sembilan, setelah fungsi padi dalam hal ini Beras dijadikan sebagai alat politik ekonomi para kepala-kepala Paksa'an Minahasa dimana Kepala walak sebagai MUNTU - UNTU dan istrinya berfungsi sebagai LINGKAN WENE.
Syair Maengket dengan jelas menerangkan, siapa MUNTU - UNTU abad 15, yakni MUNTU - UNTU yang di baptis masuk Kristen, dan kepala walak orang Minahasa pertama dibabtis Kristen adalah kepala walak negeri Wenang. Ada raja Manado(pulau Manadotua) TULULIO yang sebelumnya telah dibabtis Pater Portugis, tapi raja Manado di pulau "Manaro&quo (manadotua) bukan kepala walak Minahasa dan tidak berkuasa atas daratan Minahasa. Adalagi kepala walak di wilayah kota Manado sekarang ini yakni ayah LOLONG LASUT bernama RURU ARES sebagai kepala walak negeri Ares Tikala, tapi tidak masuk Kristen. Peranan produksi beras Minahasa baru mulai tercatat setelah munculnya bangsa barat Portugis di Ternate tahun 1511 dan Spanyol 1521, penduduk pulau Ternate dan penghuni Benteng Portugis - Spanyol di Ternate makan nasi, tapi di pulau Ternate tidak tumbuh tanaman padi. Tahun 1609 V.O.C Belanda sudah datang membeli beras ke pelabuhan Wenang Manado, kemudian peperangan yang terjadi di Minahasa antara Spanyol dengan V.O.C. Belanda, antara spanyol dengan orang Minahasa tahun 1644, antara orang Minahasa dengan Hindia Belanda tahun 1808, semuanya disebabkan oleh produksi beras Minahasa.
Peranan LINGKAN WENE ini yang tercermin dalam syair lagu Maengket"Owey Kamberu" yakni LINGKAN WENE yang hidup abad kesembilan di Tontemboan, LINGKAN WENE yang hidup abad 13 di Tonsea, dan LINGKAN WENE yang hidup abad 15 di Tombulu. Produksi padi yang melimpah seperti air sungai, menaikkan eksport beras yang memberi kemajuan dalam perekonomian masyarakat, LINGKAN WENE abad 15 sampai berlayar menemui Gubernur Spanyol di Ternate. Tapi karena meninggalkan MUNTU UNTU suaminya di Wenang (Manado) maka ceriteranya berkepanjangan sampai terjadi perang orang Tombulu mengusir orang Spanyol tahun 1643 akibatnya 10 Agustus 1644 seluruh orang Minahasa memerangi Spanyol supaya meninggalkan Minahasa.
Ceriteranya produksi beras dan politik perdagangan beras yang melakukan hati dari Dewi LINGKAN WENE ini, yang dijadikan kata semboiyan dengan lagu …………………..OWEY SIKAMBERU Eeee. Bukan saja proses kerja, menanam, mencangkul, memelihara, memetik,mengumpulkan dalam lubung padi, menumbuknya menjadi beras, yang melelahkan. Tapi juga usaha keras dewi padi LINGKAN WENE untuk menaikkan produksi beras, menaikkan tingkat ekonomi masyarakat dan keluarga, sering berakibat hal yang mengecewakan. Menyusahkan hati, melelahkan pikiran, karena kekayaan tidaklah segalanya bila dewi padi (Lingkan wene) sampai harus bertengkar bahkan bererai dengan suaminya Maha Dewa MUNTU - UNTU.
Sebuah syair Maengket "Owey Kamberu" periode sebelum tahun 1900 (buku : De Minahasa-N.Graafland. 1898. halaman.292) sebagai berikut ………..Lingkambene, temboanu si mahatepu wana laser Temboanu si mahatepu wana lesar, sa sia kana'uanupe' Oweeii………Terjemahan : Lingkanwene, lihatlah si yang muncul di halaman, lihatlah lihatlah si yang muncul di halaman, apabila engkau masih mengenal-nya ….Oweeiii…..
Sebuah syair Maengket "Owey Kamberu" periode sebelum tahun 1900 (buku : De Minahasa-N.Graafland. 1898. halaman.292) sebagai berikut ………..Lingkambene, temboanu si mahatepu wana laser Temboanu si mahatepu wana lesar, sa sia kana'uanupe' Oweeii………Terjemahan : Lingkanwene, lihatlah si yang muncul di halaman, lihatlah lihatlah si yang muncul di halaman, apabila engkau masih mengenal-nya ….Oweeiii…..
Syair ini mengisahkan bahwa dewi padi Lingkanwene abad 15, tidak mau mengenal suaminya yang bergelar maha dewa MUNTU - UNTU. Padahal perekonomian minahasa abad 15-16 mengalami kemajuan, Mulai ada sapi dan kuda di Minahasa,mulai menggunakan Kadera (korsi), meja, senapan(muskat), busana kemeja, cermin, sisir, kain sutra India dan kain sutra Cina, porselein Cin dinasti Ming yang Indah, gerobak pedati,topi kuningan dari Portugis dan Spanyol, Lantaka (mariam), sepatu dan sebagainya.
Semuanya melakukan hati dan pikiran suami istri dewi padi LINGKAN WENE dan maha dewa MUNTU - UNTU …..Owey Kamberu……….. Ada satu baris sastra mengenai dewi padi LINGKAN WENE yang mendapat perluasan pengertian kata petunjuk, contoh ENDO artinya hari, SI ENDO artinya MATAHARI sebagai berikut : Esa uman giyo si Lingkanwene Waya'an si pelengan … kumamnberu, kamberu
Semuanya melakukan hati dan pikiran suami istri dewi padi LINGKAN WENE dan maha dewa MUNTU - UNTU …..Owey Kamberu……….. Ada satu baris sastra mengenai dewi padi LINGKAN WENE yang mendapat perluasan pengertian kata petunjuk, contoh ENDO artinya hari, SI ENDO artinya MATAHARI sebagai berikut : Esa uman giyo si Lingkanwene Waya'an si pelengan … kumamnberu, kamberu
Apa bedanya dengan kalimat :
Esa uman giyo ni Lingkanwene
Syair dari buku "A'asaren wo raranian ne Touw un Bulu" tulis J.G.F.Riedel tahun 1869, nyanyian nomor 88 ESA UMAN GIYO SI LINGKAN WENE ingin menjelaskan bahwa SI LINGKAN WENE yang hidup abad 15 (istri Lolong Lasut), yang hidup abad 13 (istri Roring Tudus) yang hidup abad 9 (istri Arur Krito) punya kebebasanuntuk menikah lagi "Waya'an si Pelengan" agar tetap berkuasa mengendalikan produksi beras.
Dengan demikian harus mengorbankan kebahadiaan perkawinannya agar tetap mengendalikan produksi beras di seluruh Minahasa. Kisah hidup LINGKAN WENE abad 13 dan abad 9 pasti sama tragisnya dengan kisah LINGKAN WENE abad 15. anak perempuan dari TORINDATU menikah pertama dengan saudagar besar AWONDTU, menikah kedua dengan penguasa Wenang LOLONG LASUT yang bergelar MUNTU - UNTU, lalu menjadi istri Gubernur Spanyol di Ternate ANTONIUS GALVANO, kemudian MUNTU - UNTU (Lolong Lasut) berlayar ke Ternate untuk dibaptis menjadi JESO KRISTO terlihat pada syair Mengket Tonsea sebagai berikut :
Dengan demikian harus mengorbankan kebahadiaan perkawinannya agar tetap mengendalikan produksi beras di seluruh Minahasa. Kisah hidup LINGKAN WENE abad 13 dan abad 9 pasti sama tragisnya dengan kisah LINGKAN WENE abad 15. anak perempuan dari TORINDATU menikah pertama dengan saudagar besar AWONDTU, menikah kedua dengan penguasa Wenang LOLONG LASUT yang bergelar MUNTU - UNTU, lalu menjadi istri Gubernur Spanyol di Ternate ANTONIUS GALVANO, kemudian MUNTU - UNTU (Lolong Lasut) berlayar ke Ternate untuk dibaptis menjadi JESO KRISTO terlihat pada syair Mengket Tonsea sebagai berikut :
Muntu untu tare Wadianko, simengkot lako Simengkottarelako ko Minaseranimo
Artinya : Muntu untuk engkau kepala agama asli, engkau berlayar engkau sudah berlayar pergi masuk Kristen.
Artinya : Muntu untuk engkau kepala agama asli, engkau berlayar engkau sudah berlayar pergi masuk Kristen.
Setelah bercerai dengan Gubernur spanyol, LINGKAN WENE kembali ke Wenang Manado, mengangkat anak lelakinya dengan Gubernur Spanyol bernama MAINALO menjadi raja Minahasa, yang tidak di setujui orang Minahasa hingga timbul perang mengusir orang Spanyol dari Minahasa tanggal 10 Agustus 1644, maka berakhirlah pemberian gelar LINGKAN WENE dan MUNTU - UNTU pada sistim pemerintahan adat Minahasa……Kumamberu, Kamberu Owey….
Sumber : www.maengket.com
MENGENAI TARIAN MAENGKET
Kata MAENGKET terdiri dari
kata dasar ENGKET yang artinya mengangkat tumit kaki turun naik, dan awalan MA
yang merubah kata dasar menjadi kata kerja menari-turun naik. Dengan demikian
sebutan klasifikasi jenis MAENGKET :
Maengket "Owey
Kamberu" dapat dikatakan menari "Owey Kamberu", Maengket
"Marambak" dapat dikatakan menari "Marambak", Maengket
"Lalayaan" dapat dikatakan menari "Lalayaan".
Fungsi MAENGKET dalam
upacara adat jaman tempo dulu, adalah sebagai bahagian dari serangkaian upacara
petik padi MANEMPO' (Tontemboan), MANGUPU' (Tombulu, Tonsea), MASAMBO
(Tondano). Yang terdiri dari Tarian untuk mengundang roh leluhur Dewa-Dewi dan
nyanyian memuji SI EMPUNG (Tuhan) disebut SUMEMPUNG dan minta berkat perlindungan
pada Dewa-Dewi yang disebut MENGALEI. Oleh karena itu tarian MAENGKET
sebenarnya bukan murni tarian, tapi perpaduan dua cabang kesenian yakni seni
tari dan seni menyanyi. Ada dua tarian Minahasa yang sudah punah, dimana si
penari tidak menyanyi yaitu MANGOLONG tarian upacara kedukaan dan MAHAWALIAN
tarian para pemimpin adat dan agama asli TONA'AS dan WALIAN. Dengan demikian
tarian MAENGKET termasuk cabang kesenian tradisional Minahasa, yang memiliki
"Faktor kesulitan" yang cukup tinggi dalam pelatihannya dan
penampilannya, karena harus menghayati gerak tari dan intonasi suara.
Yang dimaksud dengan
rangkaian upacara petik padi adalah musim pesta adat yang berlangsung selama
sembilan hari, dengan tarian "Maowey Kamberu", tarian
"Lalayaan" pada upacara bulan purnama MAHATAMBULELENEN (Tombulu),
MASISERAP (Tontemboan). Dan biasanya di ikuti dengan upacara SUMOLO (solo =
lampu) pada pemasangan lampu rumah baru untuk pertama kalinya, tarian pada
acara ini disebut "Marambak" (rambak = Banting kaki) untuk secara
simbolisasi menguji kekuatan rumah. Rumah adat Minahasa jaman tempo dulu
disebut "Wale wangko" (rumah besar) yang bentuknya memanjang dihuni
oleh tujuh sampai sembilan keluarga. Apabila penduduk sebuah "Wanua"
atau "Ro'ong" yang dalam bahasa melayu Manado disebut
"Negeri" sudah cukup banyak, maka dibangunlah satu rumah baru untuk
keluarga-keluarga baru yang ingin memisahkan diri dari orang tua mereka.
Peresmiannya dilakukan setelah panen raya padi yakni setelah bulan purnama
raya, urutan-urutan upacara adat telah di tentukan sebelumnya oleh pemimpin
negeri, merangkap pemimpin adapt TONA'AS WANGKO. Setelah bintang tiga
"Kateluan" terlihat, maka si Tonaas mulai membuat simpul pada seutas
tali disebut "Mamules", tiap hari membuat satu simpul pada tali
selama sembilan hari kemudian istirahat satu hari.
Kemudian dilanjutkan lagi
tujuh hari berturut-turut lalu istirahat satu hari, selanjutnya lima hari lagi
lalu istirahat, dan tiga hari lagi, pada hari berikutnya adalah bulan purnama
raya. 9 + 1 + 7 + 1 + 5 + 1 + 3 + 1 = hari ke-28 bulan purnama raya, tujuh hari
sebelum bulan purnama dilakukan tarian "Maengket Owey Kamberu"
dihalaman batu TUMOTOWA, pada hari ke-28 secara resmi panen raya dimulai, malam
harinya adalah bulan purnama raya dilakukan "Maengket Lalaya'an, tujuh
hari setelah bulan purnama dilakukan peresmian rumah baru upacara
"Sumolo". Karena TONA'AS WANGKO juga memegang jabatan sebagai TONA'AS
SAKA (Panglima perang) pemimpin para "Waranei", maka ketika melihat
bintang tiga "Kateluan" muncul, maka dia menyuruh anak buahnya
"Mamu'is" pergi menangkap tawanan bila ada upacara naik rumah baru.
Karena sebelum pemasangan atap rumah baru ada upacara "Pangari'ian"
(ari'i = tiang) raja, kurban kepala manusia ditanamkan dibawah tiang raja, inilah
yang dimaksud syair "Mangido-ngido-do" pada Maengket Marambak Tonsea.
Pemimpin tarian MAENGKET
adalah kaum wanita sebagai "Walian in uma" pemimpin upacara kesuburan
pertanian dan kesuburan keturunan, dibantu oleh "Walian Im
penguma'an" lelaki dewasa. Pemimpin golongan WALIAN atau golongan agama
asli (agama suku) disebut "Walian Mangorai" seorang wanita tua, yang
hanya berfungsi sebagai pengawas dan penasehat dalam pelaksanaan
upacara-upacara kesuburan. Untuk memulai tarian maka si pemimpin tarian
MAENGKET menari melambai-lambaikan saputangan mengundang dewi bumi (Lumimu'ut),
dan setelah kesurupan Dewi Bumi, barulah tarian dimulai, oleh karena itu semua
penari MAENGKET harus memakai saputangan. Agar supaya para penari tidak
kemasukan (kesurupan) roh jahat (Tjasuruan Lewo') ada pembantu TONA'AS WANGKO
menemani "Walian in uma" yang disebut "Tona'as in uma" pria
dewasa yang memegang tombak symbol Dewa Matahari TO'AR (To'or = Tu'ur = tiang
tegak = Tombak). Oleh karena itu di halaman batu "Tumotowak"
(Tontembuan) "Panimbe" (Tondano), "Pa'lalesan" (Tombulu),
"Pasela" (Tonsea) ditancapkan tiang-tiang bambu berhias disebut
"Tino'or" (Tontemboan), "Toto'or" (Tombulu), sewaktu
dilakukan tarian Maengket "Owey Kamberu". OWEY termasuk kata keluhan
karena lelah fisik dan lelah pikiran yang sama artinya dengan Bahasa Tondano
AMBO, rasa lelah yang berada diluar kekuasaan manusia, hingga keluhan membawa
rasa nikmat, menikmati rasa lelah karena ada hasil yang menyenangkan dibalik
kelelahan itu, misalnya lelah menanam padi akan menghasilkan kesenangan waktu
menuai padi.
Karena Minahasa terdiri
dari kesatuan beberapa sub ethnic seperti, Tontemboan, Tombulu, Tonsea,
Tondano, Tonsawang, Ratahan Ponosakan dan Bantik. Maka syair lagu nyanyian
MAENGKET juga memakai dialek bahasa-bahasa sub ethnic Minahasa tersebut,
menyebabkan ada beberapa sebutan istilah yang berbeda misalnya MA'OWEY
(Tombulu, Tonsea) di Tontemboan disebut MAWINSON, MAKAMBERU di Tombulu disebut
MAWAREI DI Amurang-Tontemboan. Tapi semua subethnik Minahasa mengakui bahwa
Dewi padi itu bernama LINGKANWENE (liklik = keliling, Wene = padi) yang
dikelilingi padi, penguasa produksi padi, suaminya adalah pemimpin semua
Dewa-dewi, Maha dewa MUNTU-UNTU. Ada tiga orang leluhur Minahasa yang bergelar
MUNTU-UNTU dan istrinya bernama LINGKANWENE, yang pertama kemungkinan hidup
abad ke-sembilan, yang kedua hidup abad ke-12, yang ketiga hidup abad 15.
MUNTU-UNTU yang terakhir inilah yang di kisahkan dalam syair "maowey
kamberu" telah dibabtis oleh Pater Spanyol masuk Kristen-katolik. Umumnya ceritera
dewa-dewi padi, MUNTU-UNTU, TAMATULAR, SAMBALEAN, PARENKUAN, TUMIDENG,
PANAMBUNAN (dewa padi lading), PALENEWEN (dewa padi sawah) dalam lagu
"Maowey Kamberu" berkisah sedih yang melelahkan hati. Tapi produksi
beras di Minahasa sangat terkenal di kawasan Indonesia Timur, sehingga
mengundang bangsa barat Spanyol menanam padi sawah di Motoling Minahasa Selatan
dan baru berakhir tahun 1644 selama satu abad. Yang bergelar MUNTU-UNTU yang
dibabtis pater Spanyol sudah pasti LOLONG LASUT karena dotu inilah yang memberi
ijin Spanyol mendirikan kantor dagang "Loji"di "Menango
labo" (pelabuhan Wenang) sekarang kota Manado.
Tangga nada lagu MAENGKET
dalam upacara adat disebut Penthatonis Owey (lima not) ; la (6), sol (5), mi
(3), re (2), do (1), dan Penthatonis ROYOR (lima not) ; si (7), la (6), sol
(5), mi (3), re (2).
Setelah tahun 1900 tarian
MAENGKET tidak lagi menjadi bahagian dari upacara adat, karena upacara-upacara
adapt di Minahasa yang disebut "Posan" tidak lagi dilakukan orang
Minahasa. Tarian MAENGKET kemudian menjadi salah satu cabang kesenian
"Seni Pertunjukkan" terutama sekali pada acara "Kuda Baan"
(Balapan kuda) di Sario-Manado, Walian-Tomohon, Kawangkoan Tonsea, Kawangkoan
Tontemboan, Tasuka-Kakas, kelompok MAENGKET saling bertanding memperebutkan
bendera merah putih. Tidak adalagi "Kesurupan" dalam menari MAENGKET
semua patokan ke-indahan penampilan lomba ditentukan berdasarkan teori
hukum-hukum seni musik dan seni tari dengan menggunakan dasar
"Estetika" seni tradisi. Sekitar tahun 1950-an setelah Hindia Belanda
angkat kaki dari Minahasa, lahirlah jenis MAENGKET "Imbasan" yang
secara umum syair utamanya mengenai perjuangan kemerdekaan dan falsafah Negara,
yang mengandung muatan misi agama Kristen disebut "Tari Jajar".
Aturan dan ketentuan tarian MAENGKET menjadi longgar dan kehilangan pegangan
yang disebut "Pakem" dalam ilmu teori tarian jawa. Oleh karena itu
banyak pakar MAENGKET di Minahasa kemudian meneliti lagi aturan-aturan Maengket
jaman sebelum tahun 1900, yang mungkin dapat di sesuaikan dengan MAENGKET jaman
sekarang.
Yang tidak dapat dirubah
lagi adalah bahwa tangga nada MAENGKET jaman sekarang adalah
"Diatonis"; do (1), 2 (re), mi (3), fa (4), sol (5), la (6), si (7),
1, satu oktaf. Pemimpin tarian MAENGKET tidak dapat lagi dinamakan "Walian
in Uma" (wanita) atau "Walian im Penguma'an" (pria) tapi disebut
KAPEL.
Tapi pengaruh fungsi
MAENGKET sebagai upacara adat jaman tempo dulu, belum sama sekali menghilang di
Minahasa hingga sekarang ini. Yakni muatan Supranatural yang dalam bahasa
Belanda disebut "Mokus Pokus" yang prakteknya masih terasa terutama
dalam acara pertandingan MAENGKET memperebutkan kejuaraan.
Tapi masalah diluar teori
ini, hanya sekedar untuk diketahui dan memang tidak dapat dibahas sebagai
pengetahuan ilmu seni, karena terdapat secara umum dalam dunia kesenian
tradisional diseluruh nusantara. Ciri has suara penyanyi MAENGKET dengan nada
keras dan melengking yang disebut "Suara lima" tidak termasuk
Supranatural, walaupun jaman tempo dulu penyanyi MAENGKET mengarahkan suaranya
ke gunung-gunung tinggi tempat bersemayam Dewa-dewi. Anggap saja hadirin dan
para penonton itu Dewa-dewi, karena nama-nama para leluhur dewa-dewi itu masih
digunakan orang Minahasa hingga sekarang ini, seperti ; TULAR (Tamatular),
TILAAR (Tumilaar), MUNTU-UNTU, MAMOTO', PARENGKUAN, PANAMBUNAN, PALENEWEN, dan
sebagainya.
Tabea... apa ada lirik dan arti lirik lagu maengket ??
BalasHapus